Kamis, 26 Juni 2014

Antologi Cerpen buat "Keluarga adalah Segalanya #1)









Spesifikasi buku:
Ukuran 14 x 20 cm
Tebal 247 hlm
ISBN 978-602-14142-5-5
Harga Rp. 42.000,-
Pemesanan bisa melalui inbox FB El Nisa Publisher


Endorsment!
“Di mana ada keluarga, di situlah saya merangkai cita. Karena sebesar apapun kesuksesan saya, selalu saya persembahkan untuk mereka, terutama Enyak dan Babe,”
Mirza Ghulam Ahmad, Dosen Sosiologi Sastra di Universitas Indraprasta PGRI Jakarta

“Membaca buku ini membuat jiwa saya serasa mudik dan raga tetap berada di kota perantauan. Dalam hal apapun, keluara memang segalanya,”
Ana Ubaiya, Penggemar Cerita Inspiratif

“Boleh jadi, seseorang memiliki banyak sahabat atau kenalan. Tetapi disaat problema melanda, pastinya akan bermuara pada keluarga juga, dan pada kenyataannya hanya merekalah yang tetap bersedia menerima kita,”
Eva Jaelani, Penulis Cerita

Ada 60 naskah yang kami pilih dan kemudian akan kami terbitkan menjadi dua buku yang berseri, yaitu (Keluarga adalah Segalanya #1 dan Keluarga adalah Segalanya #2). Masing-masing dari buku tersebut berisi 30 cerita inspiratif. 
  1. Adik Kecilku - Annisatushsholihah Nur Rakhmah
  2. Catatan Cinta untuk Ayah-Fetrina Azzahra
  3. Well, This is My Fam - Deela n’Erth
  4. Intan yang Tak Ternilai Harganya - Novia Luciana
  5. Lelaki Kangkung Maniak - Luthvey Nurutdinova
  6. Rencana-Nya Lebih Indah - Armita Fibriyanti
  7. Air Wudhu Abi – Alflailwalail
  8. Dua Sayap dan Aku Bisa Terbang - Indah Kiki Yuliana
  9. Jangan Lupa Engkau Bersyukur, Nak! - Redi Awal Maulana
  10. Memori Cinta dalam Bingkai Keluarga - Santi Sumiati
  11. Semua Untuk Ibu - Desy Sundaryanti
  12. Akar dan Sayap dari Mama - Rere Zivago
  13. Guci Cantik Ayah – Juliana
  14. Janjiku Untukmu, Ayah - Rosarila Dwi Jayanti
  15. Mom's Big Secret - Haifa Chairunnisa
  16. Sosok Kesederhanaan Ayah - Nenny Makmun
  17. Anak Sawi S.Pd. - Ana Avicenna
  18. Hari Ibu Tanpa Bunda - Little Athaillah
  19. Kami Lalui Bersama - Argita Maya Fauzi
  20. Mutiara Qobliyah - Hariani, S.Pd.
  21. Bapak, Cepat Sembuh! - Retno Budi Arti
  22. Inginkan yang Terbaik untuk Adikku - Siti Nurjanah
  23. Keluargaku Inspirasi Hidupku - Linda Mustika Hartiwi
  24. My Family (Not) Broken Home - Erputri
  25. Wujud Cinta Melahirkan Impian - Jay Wijayanti
  26. Air Mata Ibu - Bella Ayudita
  27. Belajar dari Masa Lalu - Nabila Al Qoshwa
  28. Dua Jempol Buat Bapak - Riska Ayu Purnama Sari
  29. Ibuku Pahlawanku – Yumna
  30. Keluargaku, Jauh di Mata Dekat di Hati – Nurul Hasani
  31. Pelangi di Sore Hari - Aloeth Pathi
  32. Sehelai Sajadah Panjang – Zainuddin
  33. Ajari Aku Agar Tetap Hidup - Mayang Anglingsari Putri
  34. Belajar Mendampingi ala My Mom - Hastira Soekardi
  35. Harta yang Tak Ternilai - Yuni Retnowati
  36. Isyarat Kekuatan Doa - Ukhtyan Muhibbah Firdaus
  37. Ketika Takdir Menyapa - Reni Agustini
  38. Pelita Untuk Sang Bunda-Muhammad Hasir
  39. Aku di Sisimu, Selalu di Sisimu - Amy El-Fasa
  40. Bingkai Hati - Nu-Riel
  41. Hati - Rausyan Fikri
  42. Kalian Inspirasiku - Erma Listiya Karuniawati
  43. Mendung Kelabu Siang Itu - Fauzi Maulana
  44. Pesan Terakhir Ibu - Siti Nur Indah Sari
  45. Suami Terbaik-Novy Noorhayati Syahfida
  46. Ayah, Mengapa Aku Berbeda – Kartini
  47. Bunda Tak Pernah Meninggalkanmu, Nak! - Ikha Inayatul Markhumah
  48. Hidup karena Cinta - Siti Rabiah Al-Adawiyah
  49. Kasih Sepanjang Masa - Putri Arum Islami
  50. My Inspiration My Family - Anna Rosdiana
  51. Problema Keluarga – Vien
  52. Super Mother - Anisa Sholihat
  53. Ayah, Tahukah Engkau - Nina Nurjanah
  54. Doa Keluarga adalah Segalanya - Muhamad Syukron
  55. Ibu Penyemangat Hidupku - Mutia Ulfah
  56. Keluargaku Inspirasiku - Majaza’ah
  57. Nyanyian Jiwa - Juliasti Astuti
  58. Secercah Bahagia Dibalik Derita - Husna Syifa Ubaidillah
  59. Pandang Matahari Kembali – Depskii
  60. Can Money Buy Happiness - Inggrid Widya Pitaloka


Pelangi di Sore Hari
(Aloeth Pathi)
Bu de  selalu tersenyum bila langit mendung, bertanda hujan akan segera turun. Ia keluar rumah kedua tangannya menengadah ke atas, serasa berucap syukur karena Tuhan telah memberinya hujan. Ia berlari, berputar-putar menyambut datangnnya hujan, kami bertiga dan masyarakat setempat menyaksikan itu menjadi hal yang biasa. Bila musim hujan pastilah pekerjaan kami sekeluarga bertambah karena harus mencuci daster  bu de  yang di pakai  buat hujan-hujanan.
“Mbak, cepat  dimakan ntar ayamnya mati lho ! ”  Riyadi adik bungsunya sangat sayang dan perhatian pada kakak satu-satunya. Kami sekeluarga memanggilnya Bu de Yani, karena kami dilahirkan dilingkungan keluarga pedesaan. masih menghormati adat istiadat dan kebiasaan tata cara pemanggilan nama keluarga dengan sebutan Bu de, pak de, untuk kakaknya ayah dan ibu sedangkan  bu lek , pak lek sebutan  untuk adiknya orangtua kami, untuk memanggil kakek dan nenek  biasanya simbah kakung , simbah putri. Kalau eyang jarang digunakan di desa kami.
Bu de Yani cepat menghabiskan makannya. Adiknya Riyadi yang juga ayah kami sudah mempersiapkan keperluan mandi, juga Rok berwarna merah kesukaannya. Bu de prilakunya aneh seperti orang keterbelakangan mental, namun Bu de bukan idiot, ia masih bisa merespont lawan bicaranya. Meski agak terlambat. Bu de mengidap penyakit itu semenjak ia mengalami sakit panas waktu kelas satu SMP, ia menjadi kesulitan dalam berkomunikasi, bisu dan pendengarannya agak terganggu. Ia hanya bisa mengangguk dan geleng kepala.
Suatu ketika Bu de mengurung diri dikamarnya, tidak mau keluar. Kami sekeluarga di buat bingung. Ayah mencoba bujuknya agar ia membukakan pintu kamar, tapi tak ada jawaban. Tiba-tiba Bu de muncul dibelakang kami sambil mengasih kunci kamar yang patah. Ternyata bu de keluar lewat jendela. Ayah memeluk erat  Bu de Yani, Aku lihat ayah begitu sangat paniknya. Ayah begitu takutnya bila kehilangan Bu de, setelah ibu kami meninggal hanya Bu de satu-satunya perempuan di rumah kami.
Ada kejadian ganjil bila Bu de selalu melakukan tindakan-tindakan aneh, kadang  dijadikan tanda-tanda atau firasat bagi masyarakat setempat. Pernah bu de keluar rumah hanya mengenakan kain batik bermotif Parang Rusak sambil berlari-lari keluar rumah. Kami sekeluarga yang dibantu warga setempat mengejarnya hingga sampai tanggul  rel kereta api. Tiba-tiba air dari sungai meluap dan menggenangi perkampungan kami. Sejak saat itu bu de menjadi buah bibir di desa kami, ada yang bilang bu de seorang yang punya kelebihan dan diberi tanda-tanda oleh Tuhan. Semenjak peristiwa itu Warga kampung kami menjadi perhatian, tidak memandang sebelah mata lagi terhadap bu de dan keluarga kami. Bahkan Anak-anak kampung tidak berani mengolok-olok  atau  melempari  bu de lagi.
Aku dan adikku bungsu selalu mengumpulkan kertas yang berisi gambar dan tulisan Bu de Yani. Kami bertiga pun tidak tahu apa maksudnya. Tapi kami mengumpulkan coretan-coretan itu pun atas perintah dari Pak Lurah dan para pemuka agama, agar tidak disalahgunakan sebagai jimat atau lembaran penerawangan untuk membeli togel. Kejadian ini semenjak Lek Warsono pernah mengambil kertas bu de, dan diramal ternyata angka tembus. Warsono  menjadi kecanduan memburu coretan bu de sampai mengumpulkan satu kantong plastik penuh. Coretan dari kertas ada yang dari bungkus rokok, sabun mandi, Obat Nyamuk Bakar. Bahkan ia selalu mengawasi gerak-gerik bu de untuk diramal dan ditafsiri menjadi angka-angka jitu.
Setiap perilaku bu de jadi perhatian warga setempat. Pernah ada anak bayi rewel nangis terus. Bu de jadi ikutan nangis, justru sebaliknya anak yang rewel gantian terdiam lihat bu de menangis. Itu pun tidak disengaja bu de bisa menenangkan anak itu, karena kami gak bisa menjelaskan secara ilmiah atau menggunakan teori apa? Kami hanya mengganggapnya itu sebuah kejadian yang bisa menimpa siapa saja secara kebetulan.
Semenjak ibu meninggal bu de menjadi murung, tak ada keceriaan terpancar diwajahnya. Ibu adalah iparnya bu de, semasa hidupnya ibu mencurahkan kasih sayang pada kami sekeluarga. Ia selalu pandai menyimpan sesuatu dari kami. Ibu selalu merahasiakan persoalan-persoalan yang dapat membikin kami sedih, termasuk penyakit yang dideritanya.  Setiap sore Ibu selalu menyisir rambut bu de yang panjang kemudian digelung dikasih cundrik. Mirip Mei Shin, pendekar perempuan dalam film laga mandarin. Kadang aku melihat ibu membelai kepala bu de waktu tiduran di pahanya,  kasih sayang ibu kepada kami sekeluarga tercurahkan, hingga kami sekeluarga menjadikan ibu sebagai sosok yang sangat berarti pada keluarga kami.
Ibu di diagnosis mengalami penyakit kanker payudara stadium empat dan sangat sulit disembuhkan, meski ada upaya operasi pengangkatan payudara namun kemungkinan kecil untuk sembuh karena kangker itu telah menjalar ke seluruh tubuhnya. Kami sekeluarga sangat terpukul, semenjak ibu opname di rumah sakit, rumah menjadi sepi tak ada canda tawa atau sendau gurau lagi,  bu de juga bersedih, ia mengurung diri dalam kamarnya, rambutnya berantakan. Sore itu aku lihat bu de duduk terdiam di pinggir kasur, tak lama kemudian ia menutup wajahnya dengan kedua  telapak tangannya. Ia menangis sekeras-kerasnya, Sesaat itu juga aku ditelpon ayah bahwa ibu meninggal. Bu de seakan lebih tahu dulu ketimbang kami yang memiliki tehnologi komunikasi handal.
Bu de memiliki perasaan yang tajam, sensitif. Ia kadang bisa membaca pikiran kami sekeluarga. Waktu adik mogok tidak mau sekolah Taman Kanak-kanak, membuat aku dan ayah bingung, tidak tahu apa yang menjadi keinginan adikku. Bu de keluar dari kandang ayam membawa kantong tas berisi dua ekor katak diberikan ke adikku yang lagi ngambek.
“ ini namanya apa kak?” tanya adikku yang lugu.
“Katak ..!!” jawab kami berdua serempak. Ternyata adikku mogok sekolah karena lupa nama-nama binatang amphibi. Ada tugas yang diberikan ibu gurunya untuk membawa salah satu binatang yang hidup di dua tempat. Adikku pinginnya kepiting, ternyata katak juga hidup di dua tempat. Betapa girangnya adikku, sekarang ia tahu bahwa katak adalah binatang amphibi yang hidup di dua tempat.
Bu de selalu ada ketika kami dalam keadaan sulit, Meski kehadirannya kadang kami anggap remeh, karena sulitnya kami dalam berkomunikasi dengan bu de  menjelaskan persoalan-persoalan pelik di dalam kehidupan. Namun dengan melihat bu de kadang kami menemukan solusi memecahkan problema hidup,  Itu hanya kebetulan waktu ayah kebingungan soal sengketa tanah dengan pengembang . bu de membawa lidi dibagi tiga, satu diberikan kepada adikku. Satu buat bu de sedangkan yang satunya lagi dibagi dua, masing-masing mendapat separuh. Bu de memberikan lambang atau simbol –simbol yang kadang kami menterjemahkannya, meski kadang kami terlambat memahaminya.
Suatu ketika adikku tertidur di ruangan tengah tak berbantal dan kancing bajunya terlepas, tiba-tiba bu de mendekati dan membelai lembut rambut adik sambil mengancingkan bajunya. Persis seperti apa yang sering dilakukan ibu sewaktu masih hidup.
“Bu de udah makan!?” tanya adik bungsuku sambil sandarkan kepala di pahanya. Bu de hanya menganggukan kepala. Ada respon timbal balik antara adikku dan bu de. Ini kami anggap aneh, adikku menggunakan bahasa komunikasi yang bisa dipahami bu de. Aku dan ayah mengganggap ini sebuah kemajuan bagi bu de. Kadang kami berdua mendengar bu de bersenandung meski tidak jelas hanya la..la..la tapi nadanya pas seperti lagu-lagu syiiran yang sering disenandungkan ibu waktu di dapur. Saat menggoreng tempe atau membuat sambal kesukaan kami sekeluarga.
Jam dinding di ruang tengah berdenting sembilan kali bertanda aktifitas bu de diganti dengan duduk ditempat tidur, mencorat-coret kertas berisi tulisan atau gambar yang tidak jelas dan sulit dipahami. Kemudian kami berdua siap mengambil kertasnya sebelum diambil Lek Warsono. Itu pertama kalinya bu de bersikap aneh pada kami,  biasanya bu de selalu asyik dengan dunianya, Bila pagi hari ia mengangguk-anggukan kepala menunggu matahari lepas diangka sembilan. Bila sore tiba dia selalu menggeleng-gelengkan kepala sambil meracu tidak jelas apa yang diomongkannya.
Siang itu langit mendung mulai menebal, Kami sekeluarga duduk diruangan tengah, bu de hanya mengenakan daster warna krem bermotif  bunga mawar merah milik ibuku. Ia keluar rumah kerena hujan mulai turun. Tiba-tiba petir menggelegar  membuat bude kaget berteriak-teriak sekuat-kuatnya. Kami sekeluarga berhamburan keluar rumah
“mbakyu...”
“Bu de...”  bu de tergeletak di tanah yang becek, kami bertiga hujan2an mengangkat bu de di teras rumah. Kami bertiga mencoba membangunkan tapi bu de terdiam, membujur kaku, aku gerak-garakkan tubuhnya. Bu de belum juga siuman. kami bertiga menangis sekuat-kuatnya. Panik. Jangan-jangan bu de meninggal.
Hujan mulai reda, aku lihat langit mulai cerah dibelahan barat. Sore merembang  sebelum matahari tenggelam diperaduannya.  bu de siuman sambil jari telunjuk mengarah ke langit sebelah utara.
“Pelangi” kata pertema terucap dari mulut bu de.
“apaa !!!” spontan kami bertiga kaget.
“coba ulangi lagi bu de!” rengek adik bungsuku
“ Riyadi, lihat! itu pelangi aku senang melihat kalian bisa melihat pelangi, jarang sekali  ada pelangi pada sore hari”  bu de berbicara lancar, jelas dan fasih seperti suara ibuku.
Kami bertiga memeluk bu de sangat haru, semua perasaan tertumpah pada sore yang dihiasi Pelangi di Langit Utara.
“hore..hore bu de bisa ngomong” , betapa senangnya adik bungsuku
Sejak saat itu kami sekeluarga sangat senang melihat bu de lancar berbicara dan tidak keterbelakangan mental lagi. Sungguh ini anugrah Tuhan yang tak terhingga pada kami. Tuhan telah mengembalikan semangat hidup kami dalam menatap hari esok bersama keluarga kami tercinta. Terima kasih Tuhan atas KaruniaMu.

Sekarjalak, 16 September 2013


****###*****

Aloeth Pathi, lahir di Sekarjalak-Pati  16 Maret. Karyanya pernah dimuat  Buletin Prasasti, Mata Media dan beberapa diantaranya dimuat dalam buku antologi bersama, diantaranya Dari Dam Sengon Ke Jembatan Panengel (Dewan Kesenian Kudus dan Forum Sastra Surakarta 2013). Antologi Puisi Menolak Korupsi II (Forum Sastra Surakarta). Aktif di Gandrung Sastra Margoyoso-Pati. Serta mengelola Buletin Gandrung Sastra Media dan Buletin Perahu Sastra. Selain itu juga aktif di Teater Lintang Utara, Lingkar Study Waroeng Kopie (LSWK), Komunitas Oyot Jati Margoyoso, Sanggar Sang Saka Sekarjalak. Tinggal di Jln. Ronggo Kusumo 204, Sekarjalak, Margoyoso-Pati. E-mail : margoyoso-cah@yahoo.com . No hp; 085225149959


1 komentar:

  1. KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل

    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل


    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل


    BalasHapus