Hari Minggu itu adalah hari pertama Garasi10 beraktivitas di tahun
2014. Berdasarkan ide Rudy Rinaldi, acara yang dipilih adalah peluncuran
buku berjudul Mom: The First God that I Knew. Buku tersebut
tadinya hanya terbatas sebagai hadiah dari Rudy kepada ibunya yang
berulangtahun di bulan Desember. Isi dari buku itu adalah kompilasi
tulisan dari kawan-kawan Rudy yang berisi renungan tentang ibu. Namun
Rudy kemudian ingin memublikasikan bukunya secara luas. Ia melihat bahwa
tulisan-tulisan yang terkandung di dalamnya mungkin berharga jika
diketahui orang lebih banyak.
Acara tersebut diawali dengan pembacaan beberapa tulisan yang terkandung
dalam buku secara bergilir. Arden membacakan karya dari Mismayani Tahir
yang berjudul Ibu, Pergilah dengan Tenang. Tulisan tersebut
mengisahkan bagaimana perjuangan penulis dalam menjalani hidup tanpa
sosok ibu kandung yang sudah berpulang sejak dirinya masih kecil.
Kemudian berturut-turut Ardi membacakan karya dari Bilawa Ade Respati
berjudul Astral, Rudy membacakan karya Lucky Ramadhan berjudul Pulang, Ping membacakan karya Driyan Natha berjudul Assalamualaikum, Ma!, dan Lucky membacakan karya Rio Rahadian Tuasikal berjudul Obat.
Di sela-sela pembacaan, sering terselip obrolan-obrolan singkat.
Termasuk pertanyaan yang muncul dari Rudy, "Mungkinkah membicarakan ibu
tanpa menggunakan bahasa yang puitis?" Arden menjawab, "Sepertinya
hampir tidak mungkin. Kita mau tidak mau harus menggunakan bahasa kiasan
atau metaforis untuk bicara tentang ibu. Bahasa ilmiah, objektif, dan
akademis agaknya tidak akan sanggup menggambarkan secara persis
bagaimana perasaan kita akan ibu." Seorang ibu juga, dalam diskusi
berikutnya, sepertinya tidak punya keinginan kuat untuk tercatat dalam
arus sejarah. Bagi mereka, memberikan kasih sayang adalah lebih dari
cukup. Kita tidak pernah sungguh-sungguh mengenal siapa ibu dari Jean
Paul Sartre, Che Guevara, Mahatma Gandhi, Abraham Lincoln, Siddharta
Gautama, dan sebagainya. Bagi seorang ibu, agaknya ditulis dalam sejarah
adalah bukan bagian dari cita-cita hidupnya.
Renungan tentang ibu ini menjadi kurang lengkap karena tidak ada satupun
dari peserta yang sudah berperan sebagai seorang ibu. Maka itu diundang
Ibu Elly dari Garasi10 untuk berbicara panjang lebar tentang
pengalamannya menjadi seorang ibu. Ibu Elly menceritakan bagaimana
kekhawatiran seorang ibu pada anaknya tidak pernah selesai sejak dari
kandungan hingga dewasa. "Mungkin hanya jika sang ibu berakhir hidupnya,
baru berakhir juga kekhawatirannya." Ia mengungkapkan satu kalimat yang
membuat beberapa diantara peserta menitikkan air mata, "Seorang ibu
mampu mengurusi tujuh orang anak. Tapi tujuh orang anak belum tentu
mampu mengurusi seorang ibu." Mungkin sudah hukum alam, lanjutnya, bahwa
ibu menyayangi anak sepenuh hati, tapi anak tidak akan bisa menyayangi
ibunya dengan porsi yang sama.
Kata-kata dari Ibu Elly tersebut membuat para peserta terdiam untuk
beberapa saat. Ping kemudian memecah keheningan dengan berkata, "Setiap
kita ada perasaan tidak suka pada seseorang, ingat bahwa mereka juga
adalah anak dari ibunya. Seorang ibu, dimanapun, pasti merupakan sosok
manusia yang hebat." Buku Mom: The First God that I Knew pun
resmi diluncurkan sore itu dengan harapan sederhana dari para peserta,
"Semoga kita semua menjadi orang-orang yang selalu sayang pada ibu."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar